MULTIMEDIA INTERAKTIF
PENGERTIAN
Multimedia terbagi menjadi dua
kategori, yaitu: multimedia linier dan multimedia interaktif. Multimedia linier
adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun
yang dapat dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial
(berurutan), contohnya: TV dan film. Multimedia interaktif adalah suatu
multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh
pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses
selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah pembelajaran interaktif,
aplikasi game, dan lain-lain.
Sedangkan pembelajaran diartikan
sebagai proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses
belajar. Jadi dalam pembelajaran yang utama adalah bagaimana peserta itu
belajar. Belajar dalam pengertian aktivitas mental peserta dalam berinteraksi
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku yang bersifat relatif
konstan. Dengan demikian aspek yang menjadi penting dalam aktivitas belajar
adalah lingkungan. Bagaimana lingkungan ini diciptakan dengan menata
unsur-unsurnya sehingga dapat mengubah perilaku peserta. Dari uraian diatas,
apabila kedua konsep tersebut kita gabungkan maka multimedia pembelajaran dapat
diartikan sebagai aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajran,
dengan kata lain untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap)
serta dapat merangsang pilihan, perasaan, perhatian dan kemauan peserta
sehingga secara sengaja proses belajar itu terjadi, bertujuan dan terkendali.
MANFAAT MULTIMEDIA DALAM
PEMBELAJARAN
Apabila multimedia
pembelajaran dipilih, dikembangkan dan digunakan secara tepat dan baik, akan
memberi manfaat yang sangat besar bagi para widyaiswara/ fasilitator dan
peserta. Secara umum manfaat yang dapat diperoleh adalah proses pembelajaran
lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu mengajar dapat dikurangi,
kualitas belajar peserta dapat ditingkatkan dan proses pembelajaran dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja, serta sikap belajar peserta dapat
ditingkatkan. Manfaat diatas akan diperoleh mengingat terdapat keunggulan dari
sebuah multimedia pembelajaran, yaitu:
- Memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata, seperti kuman, bakteri, elektron dan lain-lain
- Memperkecil benda yang sangat besar yang tidak mungkin dihadirkan di ruangan, seperti gajah, rumah, gunung, dan lain-lain
- Menyajikan benda atau peristiwa yang kompleks, rumit dan berlangsung cepat atau lambat, seperti sistem tubuh manusia, bekerjanya suatu mesin, beredarnya planet Mars, berkembangnya bunga dan lain-lain
- Menyajikan benda atau peristiwa yang jauh, seperti bulan, bintang, salju, dan lain-lain
- Menyajikan benda atau peristiwa yang berbahaya, seperti letusan gunung berapi, harimau, racun, dan lain-lain
- Meningkatkan daya tarik dan perhatian peserta pelatihan.
KARAKTERISTIK MEDIA DALAM MULTIMEDIA PEMBELAJARAN
Sebagai salah satu komponen sistem
pembelajaran, pemilihan dan penggunaan multimedia pembelajaran harus
memperhatikan karakteristik komponen lain, seperti tujuan, materi, strategi dan
juga evaluasi pembelajaran. Karakteristik multimedia pembelajaran adalah
sebagai berikut:
- Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual.
- Bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk mengakomodasi respon pengguna.
- Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain.
Selain
memenuhi ketiga karakteristik tersebut, multimedia pembelajaran sebaiknya juga
memenuhi fungsi sebagai berikut:
- Mampu memperkuat respon pengguna secepatnya dan sesering mungkin.
- Mampu memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengontrol laju kecepatan belajarnya sendiri.
- Memperhatikan bahwa peserta pelatihan mengikuti suatu urutan yang koheren dan terkendalikan.
- Mampu memberikan kesempatan adanya partisipasi dari pengguna dalam bentuk respon, baik berupa jawaban, pemilihan, keputusan, percobaan dan lain-lain.
DAMPAK MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF
Tidak dapat disangkal bahwa terpaan
teknologi berupa perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware)
sudah semakin menyatu dengan kehidupan manusia modern. Dalam bidang
pembelajaran, kehadiran media pembelajaran misalnya sudah dirasakan banyak
membantu tugas widyaiswara/fasilitator dalam mencapai tujuan pembelajarannya.
Dalam era teknologi dan informasi ini, pemanfaatan kecanggihan teknologi untuk
kepentingan pembelajaran sudah bukan merupakan hal yang baru lagi. Salah satu
media pembelajaran baru yang akhir-akhir ini semakin menggeserkan peranan widyaiswara/fasilitator
adalah teknologi multimedia yang tersedia melalui perangkat komputer.
Dengan teknologi ini, kita bisa belajar
apa saja, kapan saja dan di mana saja. Di Indonesia, meskipun teknologi ini
belum digunakan secara luas namun cepat atau lambat teknologi ini akan diserap
juga ke dalam sistem pembelajaran di pelatihan. Dalam tulisan ini akan
dikemukakan beberapa persoalan yang muncul sebagai akibat dari diterapkannya
teknologi ini dalam latar pendidikan.
Pertama, berkaitan dengan orientasi
filosofis. Ada dua masalah orientasi filosofis yang muncul akibat penerapan
teknologi multimedia ini yakni masalah yang berasal dari pandangan kaum
objektivis dan yang berasal dari pandangan kaum konstruktivis. Kaum objektivis
menilai desain multimedia sebagai sesuatu yang sangat riil yang dapat membantu
proses pembelajaran peserta menuju kepada tujuan yang diharapkan (Jonassen,
1991). Materi yang berwujud pengetahuan atau ketrampilan yang hendak dicapai
oleh peserta harus dirancang secara jadi oleh para pengembang instruksional dan
dikemas dalam teknologi multimedia ini.
Sebaliknya kaum konstruktivis
berpendapat bahwa pengetahuan hendaklah dibentuk oleh peserta sendiri
berdasarkan penafsirannya terhadap pengalaman dan gejala hidup yang dialami
(Merril, 1991). Belajar adalah suatu interpretasi personal terhadap pengalaman
dan kenyataan hidup yang dialami. Berdasarkan pandangan ini maka belajar
bersifat aktif, kolaboratif dan terkondisi dalam konteks dunia yang riil.
Kedua, berhubungan dengan lingkungan
belajar. Lingkungan belajar multimedia interaktif dapat dikategorikan dalam
tiga jenis yakni lingkungan belajar preskriptif, demokratis dan sibernetik
(Schwier, 1993). Masing-masing lingkungan belajar memiliki orientasi dan
kekhasan sendiri-sendiri. Lingkungan preskriptif menekankan bahwa prestasi
belajar merupakan pencapaian dari tujuan belajar yang ditetapkan secara
eksternal. Interaksi belajar terjadi antara peserta dengan bahan-bahan belajar
yang sudah tersedia dan belajar merupakan suatu kegiatan yang bersifat prosedural.
Lingkungan belajar demokratis menekankan kontrol proaktif peserta atas proses
belajarnya sendiri, yang mencakup penetapan tujuan belajar sendiri, kontrol
peserta terhadap urutan-urutan pembelajaran, hakekat pengalaman dan kedalaman
materi belajar yang dicarinya. Sedangkan lingkungan belajar sibernetik
menekankan saling ketergantungan antara sistem belajar dan peserta.
Ketiga, berhubungan dengan desain
instruksional. Pada umumnya, desain pembelajaran multimedia dibuat berdasarkan
besar kecilnya pengendalian dari peserta itu sendiri atas pembelajarannya.
Sebagian besar peneliti mengatakan bahwa peserta bisa diberdayakan melalui
kontrol yang lebih besar atas belajarnya tetapi peserta bisa juga dihambat
melalui kontrol atas belajarnya. Dalam lingkungan yang demokratis dan
sibernetik, kegiatan pembelajaran multimedia bervariasi dan tersedia untuk
peserta pada saat kapan saja dan dalam berbagai bentuk sehingga bisa memuaskan
kebutuhan-kebutuhan yang ditetapkannya sendiri. Dalam lingkungan belajar preskriptif,
kontrol eksternal nampaknya dipaksakan selama tahap awal belajar dan semakin
berkurang ketika sudah terlihat kemajuan yang berarti dalam diri peserta berupa
perubahan perilaku ke arah yang diharapkan.
Keempat, berkaitan dengan umpan balik.
Sifat dari umpan balik dalam pembelajaran multimedia sangat bervariasi
tergantung pada lingkungan dimana multimedia itu digunakan. Dalam lingkungan
belajar preskriptif, umpan balik sering mengambil bentuk koreksi dan deteksi
terhadap kesalahan yang dibuat. Dalam lingkungan belajar demokratis, umpan
balik sering mengambil bentuk nasehat atau anjuran, yakni sekedar pemberitahuan
kepada peserta tentang akibat-akibat yang muncul dari suatu pilihan tertentu
atau juga berisi rekomendasi. Dalam lingkungan belajar sibernetik, umpan balik
merupakan suatu negosiasi atau perundingan. Peserta menetapkan arah atau
petunjuk sendiri dan membuat pilihannya sendiri dan sistem belajar akan
berusaha mempelajari pola-pola yang muncul sehubungan dengan kebutuhannya itu
dan memberikan respon terhadap peserta dengan menyediakan tantangan-tantangan
baru.
Kelima, sifat sosial dari jenis
pembelajaran ini. Banyak kritik telah dilontarkan terhadap pembelajaran
multimedia sebagai pembelajaran yang bersifat isolatif sehingga bertentangan
dengan tujuan sosial dari sekolah. Peserta seolah-olah dikondisikan untuk
menjadi individualis-individualis dan kontak sosial dengan teman-teman menjadi
sesuatu yang asing. Itulah beberapa masalah yang perlu diantisipasi bila suatu
saat nanti diputuskan untuk menggunakan tekonologi multimedia dalam kegiatan
pembelajarannya. Apapun teknologi yang akan dipergunakan hendaknya
memperhatikan aspek-aspek tujuan pendidikan yang lebih luas seperti aspek
psikologis, sosial, moral, di samping aspek kognitif-intelektualnya.
Salah satu usaha yang dikembangkan
untuk mengantisipasi sejumlah potensi masalah diatas maka akhir-akhir ini
perhatian kita semua mulai diarahkan kepada belajar kooperatif dalam
pembelajaran multimedia (Klien & Pridemore, 1992). Hooper (1992) memperluas
pendekatan belajar kooperatif ini dalam lingkungan belajar yang berbasis
komputer.
Ia
mengemukakan beberapa keuntungan dan penerapan belajar kooperatif dalam
pembelajaran multimedia antara lain : 1) adanya ketergantungan dan tanggung
jawab dari setiap anggota kelompok. 2) Adanya interaksi yang promotif di mana
usaha seorang individu akan mendukung usaha anggota kelompok lainnya. 3)
Kesempatan latihan untuk bekerjasama. 4) Pengembangan dan pemeliharaan
kelompok. Proses kelompok yang terjadi di dalam lingkungan belajar ini bisa
mendorong anggota kelompok untuk merefleksikan efektif atau tidaknya strategi
yang digunakan.
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN
Perbaikan kualitas pelatihan diarahkan
pada peningkatan kualitas proses pembelajaran, pengadaan buku paket (modul) dan
buku bacaan atau buku referensi, serta alat-alat pembelajaran. Peningkatan
kualitas proses pembelajaran dilakukan melalui in-service training widyaiswara/fasilitator
yang sasarannya adalah meningkatkan penguasaan landasan kependidikan, materi
pembelajaran (subject matter), metode dan strategi pembelajaran,
pembuatan dan penggunaan alat pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran.
Widyaiswara/fasilitator memegang peran
penting dan strategis dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran sebagai
suatu aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta
berkaitan langsung dengan aktivitas widyaiswara, baik didalam maupun diluar
kelas. Sebagai suatu sistem kegiatan, proses pembelajaran selalu melibatkan
widyaiswara. Keterlibatan widyaiswara tersebut mulai dari pemilihan dan
pengurutan materi pembelajaran, penerapan dan penggunaan metode pembelajaran,
penyampaian materi pembelajaran, pembimbingan belajar, sampai pada kegiatan
pengevaluasian hasil belajar.
Berkaitan
dengan peran tersebut, suatu proses pembelajaran akan berlangsung secara baik
jika dilaksanakan oleh widyaiswara yang memiliki kualitas kompetensi akademik
dan profesional yang tinggi atau memadai. Oleh karena itu, peningkatan mutu
pelatihan diupayakan melalui pengutamaan peningkatan mutu widyaiswara.
Selengkap dan secanggih apa pun prasarana dan sarana pendidikan, tanpa didukung
oleh mutu widyaiswara yang baik, prasarana dan sarana tersebut tidak memiliki
arti yang signifikan terhadap peningkatan mutu pelatihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar